Depok, 14 Oktober 2025 - Konferensiinternasional Annual International Conference on Islamic Studies Plus (AICIS+)2025 yang akan diselenggarakan di Universitas Islam Internasional Indonesia
(UIII) Depok pada 29–31 Oktober 2025, menjadi ruang dialog global yang
memadukan semangat akademik, kemanusiaan, dan perdamaian. Tahun ini, AICIS+
mencatatkan rekor baru dengan 2.434 abstrak yang masuk dari 31 negara yang
tersebar di Amerika, Afrika, Eropa, Asia, dan Timur Tengah. Dari jumlah
tersebut, panitia menerima 234 peserta open panel dan 96 peserta invited
panelis yang akan mempresentasikan gagasan-gagasan riset mereka secara
langsung di kampus UIII Depok.
![]() |
AICIS+ UII Depok: Membangun Perdamaian dari Ruang Akademik |
Salah satu tema yang diangkat AICIS+ adalah “Peacebuilding and Humanitarian Crises: Proposing Sustainable Strategies for Reconciliation and Responses to Global Humanitarian Challenges”, AICIS+ 2025 menyoroti bagaimana Islam dan dunia akademik dapat menawarkan strategi berkelanjutan dalam menghadapi tantangan kemanusiaan global. Diskursus ini menjadi semakin relevan di tengah meningkatnya konflik, ketimpangan sosial, dan kekerasan struktural di berbagai lapisan masyarakat.
Salah satu panelis yang akan tampil dalam forum
bergengsi ini adalah Adib Alfarisi, dosen muda sekaligus peneliti bidang hukum
Islam dan sosial. Adib akan mempresentasikan riset berjudul “Power, Silence,
and Resistance: Addressing Sexual Violence in Indonesian Higher Education as a
Humanitarian and Peacebuilding Imperative.” Dalam wawancara, Adib
mengungkapkan:
“Saya akan memaparkan riset berjudul Power,
Silence, and Resistance: Addressing Sexual Violence in Indonesian Higher
Education as a Humanitarian and Peacebuilding Imperative dalam forum
internasional tersebut. Penelitian ini menyoroti kekerasan seksual di perguruan
tinggi Indonesia sebagai persoalan kemanusiaan dan perdamaian yang mendesak.
Melalui pendekatan sosio-legal dan teori relasi kuasa Michel Foucault, saya
menelaah bagaimana ketimpangan struktural dan budaya diam di kampus
memungkinkan kekerasan seksual terus terjadi. Oleh karena itu, saya menegaskan
bahwa universitas semestinya menjadi ruang aman bagi seluruh civitas akademika
serta berperan aktif menegakkan keadilan dan kesetaraan gender. Dengan
demikian, penelitian ini merekomendasikan pembaruan hukum dan kebijakan kampus
yang berpihak pada korban, transparan, serta berorientasi pada pemulihan dan
perdamaian sesuai dengan UU TPKS maupun pembentukan satgas kekerasan seksual di
kampus. Menurut saya, penanganan kekerasan seksual bukan sekadar isu hukum,
melainkan tanggung jawab moral universitas dalam membangun budaya akademik yang
humanis dan damai.”
Riset Adib menjadi refleksi kritis terhadap
realitas kampus yang masih menyisakan ruang gelap bagi kekerasan seksual. Ia
menempatkan masalah ini bukan sekadar pelanggaran etik, tetapi krisis
kemanusiaan yang menuntut pendekatan perdamaian dan keadilan restoratif. Dengan
menggabungkan teori Foucault tentang relasi kuasa dan kerangka hukum sosial,
penelitian ini mendorong rekonsiliasi dan reformasi kebijakan kampus yang
berkelanjutan.
Menariknya, perjalanan akademik Adib tak lepas
dari bimbingan mental dan intelektual semasa kuliah S1 di IAIN Pontianak, di
mana ia belajar bersama Prof. Dr. Dahlia Haliah Ma’u, M.H.I dalam mata kuliah
Fiqih Wakaf dan Pengantar Ilmu Fiqih. Ia mengenang sosok dosennya sebagai figur
yang menanamkan nilai ketekunan dan kesyukuran.
“Beliau adalah pembimbing saya semasa S1 di HKI
IAIN Pontianak. Pesan yang selalu beliau sampaikan adalah tekun dalam belajar,
tekun dalam ibadah, baik wajib maupun tambahan, dan selalu bersyukur menikmati
hasilnya suatu saat nanti. Tetap terus bekerja keras,” kenang Adib.
Nilai-nilai ketekunan dan spiritualitas yang
ditanamkan semasa studi itu kini menjadi fondasi bagi kiprahnya dalam
penelitian dan advokasi kemanusiaan. Melalui partisipasinya di AICIS+ 2025,
Adib tidak hanya membawa suara akademik, tetapi juga membawa semangat membangun
perdamaian dari ruang ilmiah — bahwa setiap riset dapat menjadi bentuk ibadah
dan perjuangan kemanusiaan.
Dengan kolaborasi para cendikiawan dari 31
negara dan beragam tema lintas disiplin, AICIS+ UIII Depok diharapkan menjadi
momentum strategis untuk merumuskan strategi rekonsiliasi global, memperkuat
solidaritas kemanusiaan, dan menegaskan peran Islam dalam membangun perdamaian
dunia.
Penerbit: Jejak Mufassir

Harga : *Belum termasuk Ongkos kirim